Taktik “Supit Udang” Jenderal Soedirman dalam Palagan Ambarawa

Sejarah Negara Com – Taktik Supit Udang adalah strategi yang digunakan oleh Jenderal Soedirman dalam melawan Sekutu dengan cara mengepungnya agar hengkang dari bumi Ambarawa. Strategi ini dilakukan selama empat hari mulai 12 Desember 1945 sampai 15 Desember 1945. Dengan taktik sapit urang Palagan Ambarawa pun berhasil dimenangkan pasukan bangsa Indonesia.

Pada posting kali ini pembahasan dibagi menjadi 4 subbab, diantaranya tentang arti dan nama supit udang, pembagian kelompok dalam supit udang, skema pengepungan, dan tempat tempat yang digunakan untuk mengepung Sekutu.

Bacaan Lainnya

Sebagai informasi, tulisan ini merupakan hasil pembahasan saya bersama salah satu murid SMA N 1 Ambarawa ketika saya membimbingnya mengikuti lomba karya tulis kesejarahan tingkat Jawa Tengah dan mendapatkan juara II tahun 2010.

Baca juga perjuangan Jenderal Soedirman lainnya di sini

1. Arti nama “Supit Udang”

Supit Udang adalah nama strategi perang yang digunakan oleh Kolonel Soedirman untuk mengusir Sekutu dari Ambarawa. Supit Udang itu sendiri dijalankan oleh Kolonel Soedirman setelah prajurit kepercayaannya yaitu Letkol Isdiman meninggal dunia. Letkol Isdiman meninggal dunia di desa kelurahan, Jambu karena terkena serangan bom udara oleh Sekutu saat berangkat menuju Ambarawa.

Setelah kejadian itu, Kolonel Soedirman pun turun tangan untuk menyingkirkan sekutu dari Ambarawa. Dari situlah strategi “Supit Udang” muncul.

Nama Supit Udang (dalam bahasa Jawa supit urang) berasal dari bahasa pewayangan yang artinya kepungan.[1] Jadi, strategi Supit Udang itu digunakan dengan maksud untuk mengepung Sekutu agar beranjak dari bumi Ambarawa. Dan ternyata dengan strategi itu, rakyat Ambarwa berhasil menyingkirkan Sekutu dari Ambarawa.

2. Pembagian Kelompok Dalam Strategi Supit Udang

Taktik Supit Udang Jenderal Soedirman
Ilustrasi taktik Supit Udang

Kelompok I sebagai “tubuh udang” merupakan induk pasukan dengan jumlah kekuatan terbesar. Mereka bertugas sebagai ujung tombak. Di dalam kekuatan itu, terdapat empat batalyon yang dipimpin Mayor Soeharto, Mayor Sardjono yang bergerak di kanan jalan, serta mayor Adrongi dan sugeng Tirtosewoyo di kiri jalan.

Kelompok II menempati posisi kaki udang. Pasukan di kaki kiri bergerak dari Jambu ke bandungan dan baran, sebagian lagi lewat brongkol terus ke Banyubiru yang nantinya menyerang Sekutu dan lambung pasukan di sektor tenggara. Mereka dipimpin Letkol Bambang Sugeng dari resimen 14 Temanggung dan Letkol Kun Kamdani dari resimen 14/devisi V Purworejo.

Kelompok III sebagai supit juga terbagi dua, menduduki posisi kanan dan kiri, kelompok IV yang menempati ekor udang kebanyakan terdiri atas laskar dan pasukan rakyat yang membantu induk pasukan bila terdesak. Sesuai rencana, penyerangan dilakukan serentak pukul 04.30 pada desember. 3 hari pertempuran sekalipun dengan persenjataan tak seimbang, itu ternyata dimenangkan oleh pejuang RI. Dan NICA bersama Sekutu dipaksa angkat kaki oleh rakyat Ambarawa.

3. Pengepungan Terhadap Sekutu

Gerakan sekutu mundur dari Pingit ke Ambarawa mengalami hambatan karena adanya penghadangan di sepanjang Pingit – Ngipik – Ambarawa. Dengan susah payah dan menimbulkan banyak korban, sekutu berhasil memasuki kota Ambarawa.

Selanjutnya, bala bantuan pihak Indonesia pun berdatangan dari berbagai daerah ke Ambarawa. Dengan bertambahnya kekuatan pasukan kita, maka diadakan konsolidasi dan koordinasi pasukan, yang akhirnya berhasil membentuk Markas Pertempuran di Magelang dipimpin oleh Kol. Holan Iskandar.[2]

Medan perang di Ambarawa di bagi dalam sektor-sektor yaitu Utara, Selatan, Barat dan Timur agar serangan terhadap sekutu dapat lebih ditingkatkan.

Ketika matahari mulai menyingsing, pertempuran pun dimulai. Dengan gagah berani rakyat Indonesia pun maju berperang. Segala serangan dari sekutu dibalas oleh rakyat Indonesia. Pasukan Indonesia sebelah kanan jalan di bawah pimpinan Mayor Soeharto, Mayor Sardjono, dan Mayor Soegeng Tirtosiswoyo menyerbu dan merebut stelling musuh di kuburan Belanda.

Meskipun pertahan sekutu sangat kuat, namun serangan pasukan Indonesia semakin rapat dan padat. Di segala penjuru hampir-hampir temu gelang. Jadi musuh di Ambarawa semakin lama semakin semakin berada dalam posisi “Kinepung Wakul Binoyo Mangap”.[3]

4. Tempat-tempat yang digunakan

Kolonel Sudirman memang kolonel yang cerdas. Beliau membagi titik-titik untuk menggunakan stategi supit udang itu bukan di sembarang tempat. Beliau membaginya pada tempat yang strategis. Titik-titik pada stategi itu terletak pada dataran tinggi.

Sedangkan sekutu berada di Ambarawa, dimana kota Ambarawa merupakan dataran yang rendah di bandingkan dengan titik atau tempat dalam strategi Supit udang itu sendiri. Strategi Supit Udang dijalankan dengan membagi di beberapa tempat. Tempat-tempat atau titik tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Ambarawa
  2. Bawen
  3. Lemahabang
  4. Bandungan
  5. Tuntang
  6. Banyubiru
  7. Ngampin
  8. Jambu
  9. Kelurahan
  10. Baran

Tempat-tempat tersebut adalah tempat-tempat yang berada pada dataran tinggi, sehingga gerak-gerik sekutu dapat dipantau dari atas oleh rakyat Indonesia, sedangkan sekutu tidak dapat memantau rakyat Indonesia dari bawah (kota Ambarawa).

Seperti itulah kecerdasan yang dimiliki Kolonel Soedirman. Beliau dapat memperhitungkan tempat-tempat yang memang sangat menguntungkan bagi rakyat Indonesia. Pertempuran itu pada akhirnya membawa kemenangan, keberhasilan, kegemilangan bagi pasukan Indonesia. Sekutu terpaksa harus meninggalkan kota Ambarawa.


[1] Wawancara dengan Bapak Tjipto Martojo

[2] Ery Soepardjan, Monumen Palagan Ambarawa 15 Desember 1974, (Semarang: Panitia Pembangunan Monumen Palagan Ambarawa, 1974), hlm. 60

[3] Ibid,. hal. 60

Pos terkait