Sejarah penemuan DDT oleh Paul Hermann Muller

Paul Hermann Muller lahir di Olten, Solothurn pada tanggal 12 Januari 1899. Ia adalah anak pertama dari empat bersaudara. Ia adalah seorang kimiawan Swiss yang meneliti dampak DDT pada serangga. Penemuannya tersebut mengukuhkan namanya sebagai peraih hadiah nobel dalam bidang fisiologi dan kedokteran pada tahun 1948.

Muller adalah sosok yang sangat menyukai eksperimen dan penelitian. Sejak muda, ia telah memiliki laboratorium pribadi. Hobinya meneliti didukung oleh pendidikannya yang memadai. Ia tercatat sebagai ilmuwan yang sukses dalam dunia pendidikan.

Akan tetapi, kecintaannya pada penelitian membuatnya harus meninggalkan pendidikannya demi bekerja di sebuah laboratorium di Dreyfus. Selain itu, ia juga bekerja sebagai asisten kimia di laboratorium ilmiah sebuah pabrik listrik, Lonza AG.

Muller menempuh pendidikan di Basel pada tahun 1918. Di sana ia belajar ilmu kimia. Ia pun mulai mempelajari kimia anorganik dibawah Profesor Friedich Fichter. Pada tahun 1922, ia melanjutkan studi di laboratorium kimia organik Hans Rupe sekaligus menjadi asisten di sana. Ia berhasil mendapatkan gelar Ph. D. lewat disertasinya yang berjudul “Die Chemische und Elektrochemische des Oksidasi Xylidins und Pukat Mono-und Di-Methylderivates” pada tahun 1925. Ia lulus dengan predikat summa cum laude sangat memuaskannya.

Pada tanggal 25 Mei 1925, Muller sudah bekerja sebagai ahli kimia penelitian di J.R. Geigy A.G. di Basel. Ia meneliti tentang pewarna sintetis dari tumbuhan dan agen penyamakan alami.

Pada tahun 1937 ia mematenkan teknik untuk sintetis baru rhodanide dan cyanate berbasis senyawa yang menunjukkan bakterisida serta aktivitas insektisida. Ia mengembangkan produk Graminone, disinfektan benih yang lebih aman daripada merkuri berbasis disinfektan.

Kesuksesannya dalam penelitian disinfektan, memuat Muller diberikan tanggung jawab meneliti dan mengembangkan insektisida. Ia diserahi tugas tersebut karena insektisida yang ada kala itu belum memiliki daya basmi yang optimal.

Onsektisida alami harganya mahal, sedangkan insektisida sintetis efektif terhaap serangga dan murah, tetapi senyawa arsenik yang terkandung di dalamnya bersifat toksik bagi manusia dan mamalia lainnya.

Dalam penelitiannya, Muller menemukan bahwa serangga menyerap bahan kimia berbeda dari mamalia. Penemuan ini memberikan satu kesimpulan bahwa ada kemungkinan bahan kimia beracun secara ekslusif untuk serangga. Ia pun berupaya menyintetis efek toksin cepat dan kuat pada jumlah kemungkinan terbesar dari spesies serangga berdarah panas.

Tahun 1935, Muller memulai pencariannya untuk menemukan insektisida baru. Ia mempelajari semua data yang bisa ia temukan pada subjek insektisida untuk memutuskan mana sifat-sifat kimia jenis insektisida. Ia juga mencari data yang bisa dijadikan bahan untuk menemukan insektisida.

Dalam penelitiannya ini, ia harus menghabiskan waktu 4 tahun dan 349 kali percobaan yang semuanya gagal. Ia baru berhasil menemukan senyawa yang dicari pada tahun 1939 dalam sebuah percobaan terhadap lalat yang diletakkan di dalam kandang yang dicampur dengan satu senyawa tertentu, lalu lalat mati.

Senyawa tersebut adalah dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT) atau dalam kimia biasa dikenal 1,1,1-trikloro-2,2-bis (4-klorofenil) etana.

Muller menyadari bahwa DDT adalah senyawa kimia yang ia caricari selama 4 tahun. Selanjutnya, pemerintah Swiss dan Departemen Pertanian Amerika Serikat melakukan uji coba senyawa DDT pada tanaman kentang.

Secara spesifik, senyawa DDT juga menunjukkan efektivitas yang menakjubkan terhadap berbagai hama, termasuk nyamuk, kutu, dan lalat, serta penyebaran malaria, tifus, wabah, dan berbagai penyakit tropis lainnya.

Penemuan ini membuat banyak negara ikut menggunakan DDT. Setidaknya Inggris (Departeman British Supply) dan Italia telah melakukan tes DDT untuk menguji penyakit malaria serta berbagai penyakit lainnya.

TErbukti pada saat terjadi Perang Dunia II, DDT menunjukkan efektivitas yang luar biasa terhadap penyakit tifus dan malaria. Hal ini pun semakin membuat DDT diakui oleh banyak pihak sebagai senyawa yang mampu menangkal malaria dan tifus. Penyebaran penyakit malaria yang diakibatkan oleh nyamuk dapat dicegah hanya dengan penyemprotan DDT dua kali setahun pada dinding dalam rumah.

Senyawa DDT pun terbukti ampuh kala pasukan Inggris dan Amerika menemukan jutaan warga sipil, buruh, tawanan perang, dan tahanan kamp konsentrasi sekarat dari serangga yang menyebabkan penyakit.

Mereka membawa tim untuk melakukan penyemprotan DDT guna menyelamatkan nyawa jutaan manusia. Senyawa DDT ini pun diakui mampu memberikan efek luar biuasa dalam menyelamatkan nyawa manusia.

Fakta demi fakta yang terlihat dalam penggunaan senyawa DDT dalam menyelamatkan nyawa manusia membuat Organisasi Kesehatan Dunia PBB meluncurkan kampanye global untuk menggunakan DDT guna memberantas malaria. Seruan tersebut sukses besar terutama di negara-negara berkembang.

Paroduk DDT yang berbasis insektisida telah berperan penting dalam meningkatkan produksi pangan di seluruh dunia dan menyelamatkan nyawa manusia yang dinyatakan akan meninggal karena serangga.

Efektivitas yang luar biasa terhadap malaria yang melanda umat manusia sejak zaman prasejarah dan mungkin menyebabkan kematian setengah orang yang pernah hidup, membuat DDT menjadi salah satu penemuan terbesar dalam catatan sejarah medis.

Pada tahun 1948, Muller dianugerahi Penghargaan Nobel dalam bidang fisiologi dan kedokteran atas keberhasilannya menemukan DDT sebagai racun kontak terhadap beberapa serangga pembawa penyakit. Ia juga menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Tesalonika di Yunani sebagai pengakuan dampak DDT pada wilayah Mediterania. Muller pensiun dari Geigy pada tahun 1961.

Baca sejarah ilmuwan selanjutnya: Ronald Ross penemu parasit malaria berkebangsaan Inggris

Pos terkait