Realisme Magiz Marquez pada novel Seratus Tahun Kesunyian

Realisme Magiz Marquez pada novel Seratus Tahun Kesunyian – Karya monumental Marquez adalah Seratus Tahun Kesunyian, sebuah novel yang bercerita tentang tujuh generasi keluarga besar Buendia dan segala macam hiruk-pikuknya di kota fiksi, Macondo.

Ia berusaha mengajak para pembacanya untuk mengenang wabah pes, pembantaian ribuan pekerja di perkebunan pisang dan musim hujan yang turun terus-menerus selama empat tahun.

Novel Seratus Tahun Kesunyian tersebut dianggap sebagai dasar gaya realisme magis Marquez. Dalam pengakuannya menyatakan bahwa novel itu sangat dipengaruhi oleh pengalamannya ketika masih kanak-kanak dan tinggal di rumah kakeknya. Ia teringat bagaimana kakeknya sering kali mendongenginya cerita-cerita fantastis dengan gaya yang dingin.

Realisme Magiz Marquez
Realisme Magiz Marquez

Pada suatu hari, ketika pergi ke Acapulco beserta istri dan anak-anaknya, ia mengaku mendapat wahyu, “Aku seharusnya menceritakan sejarah itu, seolah-olah nenekku yang telah menceritakan sejarahnya, dan dari kepergian sore hari itu di mana seorang ayah membawa anak-anaknya dan mengenal es.

Novel Seratus Tahun Kesunyian seolah-olah menghadirkan sesuatu yang magis menjadi peristiwa biasa dalam kehidupan keseharian. Seperti tentang si cantik Remedios yang digambarkan terangkat naik ke atas langit paling tinggi; karakter Melquiades, seorang gipsi yang datang dari luar Mocondo dan selalu membawa pengetahuan-pengetahuan baru, bisa hidup kembali.

Menurut Sihar Ramses, realisme magis ala Marquez memadukan pandangan tokoh dan mitologi masyarakat, serta menggabungkan cerita magis dengan sejarah sosial yang berlaku. Sementara Franz Roh seorang sejarawan Jerman menyebut realisme magis sebagai kemampuan menciptakan makna (magis) dengan membayangkan hal-hal biasa dengan cara luar biasa.

Marquez memberikan komentar tentang tidak tumbuhnya gaya realisme magis di Eropa. Ia berkomentar, “Ini pasti karena rasionalisme mereka mencegah mereka melihat realitas yang tidak sebatas pada harga tomat dan telur.”

Dan dalam konteks realisme magisnya, Marquez mengatakan : “… Kita hanya sedikit sekali berimajinasi, sebab kita kekurangan alat-alat konvensional untuk lebih mempercayai hidup. Inilah kawan, inti terdalam dari kesunyian kita.”

Gaya Marquez sangat cocok dengan konteks masyarakat Amerika Latin. Sastranya merupakan penjelmaan dari sastra yang berpijak di bumi dan menjulang ke langit.

Sebab, pada dasarnya sastra memang harus menggambarkan kondisi jiwa dan lingkungan yang membentuknya. Nilai karya-karya Marquez tidak hanya terletak pada penggunaan realisme magisnya yang inovatif, tetapi juga penggunaan bahasa Spanyolnya yang indah.

Atas jasa-jasanya di bidang sastra inilah Marquez dinobatkan sebagai peraih Hadiah Nobel Sastra tahun 1982. Komite Nobel menyatakan bahwa hadiah tersebut diberikan atas pencapaian kreatif Marquez melalui novel-novel dan cerpennya, di mana kisah-kisah fantastis dan realistis berbaur dalam sebuah dunia imajinasi yang kaya, yang mencerminkan kehidupan dan konflik sebuah anak benua.

Marquez dalam pidatonya mengatakan bahwa Amerika Latin sebagai belantara “dunia ketiga” yang seakan-akan didominasi oleh kekerasan, junta militer, pertentangan ideologi, kemiskinan, dan keterbelakangan.

Ia berupaya menyampaikan kondisi Amerika Latin dengan penuh ironi dan membaurkan realitas dengan nuansa magis. Ia seakan-akan hendak menegaskan kesungguhan perlawanannya terhadap kekuasaan yang menindas, yang merampas ingatan secara paksa, dan tega melontarkan peluru panas untuk sebuah tuntunan kesejahteraan.

Ingin mengenal lebih jauh tentang Marquez? Silahkan baca di artikel biografi tokoh dunia Gabriel Jose Garcia Marquez sastrawan Kolombia

Marquez berusaha membongkar kesadaran yang berakar pada sejarah panjang negerinya dalam bentuk apa pun imaji-imaji itu kemudian terwujud kemerdekaan, persamaan hak, kebebasan kreatif. Sebentuk sikap yang tampaknya berakar dari pengalaman masa kecilnya yang traumatis.

Pos terkait